Senin, 06 Januari 2020

Fakta Bani Israil dan Fase Khilafah


BAB II
PEMBAHASAN


A.   Fakta Bani Israil


Fakta besar yang terjadi pada abad ini yakni terealisasinya nubuwwat kembalinya Bani Israel ke bumi al-Quds dalam keadaan bercampur-baur.
Takdir mengenai Bani Israel membentuk garis lintasan sejarah yang panjang dan berliku-liku. Dari periode pertama di masa para nabi dan rasul hingga periode akhir, ketika mereka kembali ke “tanah yang dijanjikan” (ini menurut mereka). Takdir ini akan dipungkasi dengan kehancuran mereka.
Dan kita, Allah takdirkan untuk menjadi penyaksi sejarah proses kehancuran akhir zaman mereka itu, yang diawali dengan kembalinya mereka ke Yerusalem dalam keadaan bercampur baur seperti sekarang. Fakta ini tidak pernah terjadi dalam sejarah mereka melainkan saat ini.
Fakta besar kedua adalah mengenai musuh Bani Israel. Kalau Bani Israel diibaratkan virus perusak umat manusia, maka fakta kedua ini ibarat vaksin yang akan melumpuhkan mereka.  Dan lagi-lagi, kita, umat Islam yang hidup di akhir zaman ini, Allah takdirkan untuk menjadi penyaksi sejarah, bahkan ambil bagian dalam merealisasikannya. Fakta besar ketiga ini adalah tegaknya KHILAFAH.
Allah mempunyai takdir tersendiri mengenai perjalanan kekhilafahan, sebagaimana Ia juga membentangkan takdir mengenai perjalanan panjang Bani Israel. Perbedaannya adalah kalau Kekhilafahan diakhiri dengan takdir kemunculannya, maka Bani Israel dipungkasi dengan takdir kehancurannya.
B.   Fase Khilafah

Blueprint takdir kekhilafahan Allah tuangkan dalam sebuah nubuwwat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, berikut ini:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
”Adalah masa Kenabian itu  ada di tengah tengah  kamu sekalian, adanya atas kehendaki Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit  (Mulkan ‘Adldlon),  adanya atas kehendak Allah.   Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyyah),  adanya atas kehendak Allah. Kemudian  Allah mengangkatnya, apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya.  Kemudian adalah masa  Khilafah yang menempuh jejak  Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).” Kemudian beliau (Nabi) diam.” (HR. Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Dari Hudzaifah Ibnul Yaman,  Musnad Ahmad:IV/273, Al-Baihaqi, Misykatul Mashobih hal 461. Lafadz Ahmad. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 5).
Hadits di atas menunjukkan bahwa fase sejarah kehidupan kaum muslimin dimulai dari masa kenabian (sejak dibi’tsahnya beliau menjadi Rasul hingga wafat), kemudian dilanjutkan dengan masa Khilafah ‘Ala Minhaajinnubuwwah atau kekhilafahan yang mengikuti jejak kenabian Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang  dimulai sejak dibai’atnya khalifah pertama, Abu Bakar Ash Shiddiq sampai wafatnya kholifah keempat, Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhum.
Empat  khalifah  yang memimpin selama tiga puluh tahun tersebut diberi gelar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai Khulafaurrasyidin Al Mahdiyyin, para khalifah yang benar dan diberi petunjuk. Beliau juga perintahkan agar sunnah para Khalifah teladan tersebut  dipegang sekuat tenaga oleh kaum Muslimin di kemudian hari.
Dari Abu Najih Al-’Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Alihi Wasallam tengah menasehati kami dengan sebuah nasehat yang membuat gemetar hati-hati kami dan meneteskan air mata kami, maka kami katakan: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Alihi Wasallam seakan-akan ini sebuah nasehat perpisahan, maka nasehatilah kami. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Alihi Wasallam berkata:
اُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَاِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَاِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى بَعْدِي اخْتِلَافًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ وَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَ مُحْدَثَاتِ الْأُمُورَ فَاِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَاِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Aku wasiatkan agar kalian bertaqwa kepada Allah, dan mendengar dan taat  sekalipun yang memimpinmu adalah seorang budak Habsyi, karena orang yang hidup diantara kamu di kemudian hari setelahku  akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, hendaklah kamu berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin almahdiyyin (para khalifah yang mendapat petunjuk yang benar). Hendaklah kamu pegang teguh dengannya dan gigitlah dengan gigi gerahammu. Jauhilah perkara-perkara yang baru yang diada-adakan, karena sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan itu bid’ah dan semua bid’ah itu sesat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At Tarmizi).[1]
Dari Said bin Jumhan dari Safinah berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  telah bersabda:
الْخِلاَفَةُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ لِي سَفِينَةُ أَمْسِكْ خِلاَفَةَ أَبِي بَكْرٍ ثُمَّ قَالَ وَخِلاَفَةَ عُمَرَ وَخِلاَفَةَ عُثْمَانَ ثُمَّ قَالَ لِي أَمْسِكْ خِلاَفَةَ عَلِيٍّ قَالَ فَوَجَدْنَاهَا ثَلاَثِينَ سَنَةً قَالَ سَعِيدٌ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ بَنِي أُمَيَّةَ يَزْعُمُونَ أَنَّ الْخِلاَفَةَ فِيهِمْ قَالَ كَذَبُوا بَنُو الزَّرْقَاءِ بَلْ هُمْ مُلُوكٌ مِنْ شَرِّ الْمُلُوكِ
“Masa khilafah  pada ummatku itu tiga puluh tahun kemudian setelah itu masa kerajaan.  Kemudian Safinah berkata kepadaku: peganglah kekhalifahan Abu Bakar, kekhalifahan Umar, kekhali fahan Utsman dan kekhalifahan Ali. Maka aku dapatinya masa kekhalifahan itu tiga puluh tahun, Said berkata: “Saya bertanya kepadanya, sesungguhnya Bani Umayyah mengaku bahwa masa kekhalifahan itu ada pada mereka.” Ia berkata: “Banu Zurqo telah berdusta bahkan mereka itu para raja dari seburuk-buruk raja.” (HR.At Tirmidzi,  dan Abu Dawud).[2]
Meskipun hanya berlangsung selama 30 tahun  (ini sebenarnya fase yang singkat untuk ukuran rentang sejarah) namun masa kepemimpinan mereka penuh dengan dinamika dan kecemerlangan sejarah, sehingga menjadi tolok ukur  untuk periode-periode berikutnya. Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hanya merekalah yang mendapat legitimasi untuk diambil sunnahnya dijadikan panutan, bahkan beliau memerintahkan agar berpegang teguh terhadapnya.
C, Khilafah Ala Minhhaajinnubuwwah akan terulang dua kali,

sedangkan khulafaurrasyidin al mahdiyyin hanya satu kali dalam lintasan sejarah. Namun yang satu kali itu untuk menjadi patokan terhadap segala bentuk kepemimpinan pada era berikutnya, apakah tergolong mengikuti sunnah Rasulullah dan Khulafaurrasyidin  atau tidak. Dan pada kenyataannya kaum muslimin pun menggunakan berbagai pola kepemimpinan yang tercerabut dari sunnah 4 kholifah tersebut. Bahkan hal itu telah dimulai dari periode awal.
Selanjutnya dimulailah era baru dalam Islam, yakni fase mulkan (Mulkan ‘Adhdhon  kemudian dilanjutkan Mulkan Jabariyyah) dengan diawali oleh Bani Umayyah. Kondisi fitnah yang menimpa tubuh umat Islam tidak pernah pupus terus bertambah buruk, meskipun tidak dipungkiri perkembangannya juga meningkat tajam.  Berbagai wilayah di belahan dunia timur hingga barat, tunduk dalam Islam, sembari luka perpecahan internal yang terus menganga hingga sampailah suatu masa, umat Islam terpuruk dalam kubangan yang sangat dalam.
Periode kepemimpinan Mulkan dipungkasi dengan dihapuskannya sistem “Kekhilafahan”  Turki Utsmani pada 3 Maret 1924 oleh Mustafa Kemal Pahsya. Ini sekaligus menjadi tanda bahwa akan wujud fase berikutnya (sebagaimana yang disebutkan dalam nubuwwat Rasulullah pada Hadits Nu’man bin Basyir di atas).
Fase berikutnya yang Allah akan takdirkan kemunculannya adalah  kembalinya  Khilafah ‘Ala Minhaajinnubuwwah. Kemunculannya ini adalah sesuatu yang menakjubkan, diimpikan sekaligus menakutkan.
Menakjubkan, karena ia muncul ketika kaum muslimin dalam kancah perpecahan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Jika kita bentangkan status perselisihan kaum muslimin sehingga ia membentuk garis panjang yang pangkalnya diawali dengan syahidnya Khalifah Utsman sampai ujungnya saat ini maka kondisi yang paling memprihatinkan adalah ketika tumbangnya simbol kekhilafahan (baca: Mulkan) Turki Utsmani pada tahun 1924 sampai masa kini. Kaum muslimin benar-benar seperti ayam kehilangan induk, mereka terpecah menjadi ratusan negara, ratusan/ribuan organisasi, partai dan kelompok, berbagai mazhab, dan golongan-golongan lainnya tanpa ada rujukan untuk kembali.
Kondisi ini tidak pernah terjadi melainkan saat ini (pasca Turki Utsmani). Pada masa sebelumnya, jika pun ada letusan-letusan fitnah namun keberadaan simbol kekhilafahan berperan sebagai sentralisasi kaum muslimin, sehingga mampu menjaga keutuhan kaum muslimin dan melindunginya dari serangan pihak-pihak luar. Itulah sebabnya, dalam kondisi puncaknya perselisihan dan perpecahan ini, kembalinya wadah Khilafah ‘Ala Minhaajinnubuwwah di tengah-tengah kaum muslimin hampir tidak bisa dipercaya, jika kita hanya mengandalkan logika untuk mengimaninya. Namun, masyaa Allahu kaan wama lam yasya lam yakun, apa yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa-apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi. Dan menurut hadits  Nu’man bin Basyir tersebut, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam nyatakan pasca Mulkan Jabariyyah (yakni tumbangnya Turki Utsmani) maka:
 ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
“…..Kemudian adalah masa  Khilafah yang menempuh jejak  Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).”
Diimpikan, tentu saja, oleh kaum Muslimin dari pelbagai pelosok dunia. Mereka sudah jenuh dengan pola-pola sistem kemasayarakatan produk akal manusia yang tidak pernah bisa memberikan solusi terbaik. Kesenjangan sosial semakin menganga. Orang-orang kelaparan dan terlantar hanya menjadi berita, menghiasi media-media. Ironis, ketika dunia semakin dieksplorasi untuk dikuras kekayaannya, kian banyak teriakan-teriakan orang kelaparan bahkan mati karenanya. Peperangan, pembunuhan, dan berbagai tindak kezaliman serta kebrutalan, terus berlangsung tanpa ujung. Inilah hasil dunia yang dirancang oleh manusia-manusia yang meneriakkan dirinya moderen dan beradab, semboyannya demokrasi, kendaraannya perdamaian dunia dan semangat hak asasi manusia.
Dalam kondisi seperti ini, terlebih lagi bagi kaum muslimin yang berada di daerah merah pada garda terdepan menghadapi moncong-moncong senjata kaum kuffar wal musyrikin, Khilafah Ala Minhaajinnubuwwah benar-benar diidam-idamkan. Mereka sangat paham, dulu keberadaan Khilafah menjadi tameng bagi kaum Muslimin terhadap serangan dari luar dan pengkeroposan dari dalam.
Muslimin jaya dengan Khalifah. Aqidahnya kuat, ukhuwwahnya solid dan akhlaknya tetap mulia. Siapa yang tidak ingin untuk kembali memiliki marwah? Agar ada pembelaan disaat kehormatan kaum muslimin dilecehkan sampai pada titik nadir? Adakah yang tidak menginginkan itu?
Menakutkan, bagi musuh-musuh Islam.  Konspirasi menumbangkan kekhilafahan adalah kerja keras jangka panjang mereka. Sejak masa Khulafaurrasyidin dulu mereka telah kasak-kusuk berupaya dengan segala cara menumbangkan fondasi kekuatan kaum muslimin ini. Munculnya figur Abdullah bin Saba kala itu, hingga sosok Mustafa Kamal adalah bukti nyata bahwa mereka tidak pernah berhenti. Sampailah pada masa kini, jerih payah mereka itu pun berbuah, simbol terakhir kekhilafahan tumbang.
Turki secara resmi menghapus sistem kekhilafahan dan menjadikannya Republik. Yahudi –sebagai representasi musuh-musuh Allah- bersorak kegirangan. Mereka merasa telah memenangkan pertempuran jangka panjang yang berlangsung 14 abad, dan melucuti seluruh kekuatan Muslimin. Lantas bagaimana mungkin mereka merasa aman jika ternyata hal yang mereka paling takuti itu akan muncul kembali?
Sebenarnya masalah kemunculan kekhilafahan adalah janji Allah dalam Al Quran, surah Annur ayat 55. Selengkapnya berbunyi:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Menurut Ibnu Katsir ayat ini mengandung janji Allah kepada Rasul-Nya bahwa Dia akan menjadikan umat Muhammad penguasa di atas bumi, pemimpin umat manusia seluruhnya dan akan menukar keadaan mereka sesudah berada dalam kedaan lemah, diremehkan orang dan ditindas menjadi kuat, disegani orang serta ditakuti dan sesudah berada dalam keadaan ketakutan dikejar-kejar  musuh menjadi keadaan aman sentosa dan berwibawa.
Janji Allah ini telah menjadi kenyataan tidak lama sebelum Rasulullah wafat dengan dibebaskannya kota Makkah, Khaibar, Bahrain, Yaman dan seluruh Jazirah Arab. Pembayaran jizyah dilakukan oleh Majusi Hajar dan sebagian penduduk Syam, beliau juga menerima hadiah sebagai tanda bersahabat dari Hercules Raja Romawi, Penguasa Mesir, Al-Muqauqis penguasa Iskandariah juga dari Raja Oman dan Raja Abesinia. Setelah beliau wafat penyebaran Islam dilanjutkan oleh para Khalifah, sampai pada masa Utsman daerah yang tunduk dalam naungan  Islam hampir meliputi bagian terbesar benua Asia dan Afrika serta tidak ketinggalan beberapa kota dan daerah di benua Eropa.[3]
Ibnu Katsir juga menukil QS. Al-Qashash ayat 5 sebagai berikut:
وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ
Artinya: “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)”.
Kekuasaan Islam terus meluas pada masa Mulkan hingga ke jantung Kerajaan Romawi kala itu dengan tumbangnya Bizantium pada masa Turki Utsmani (Sultan Muhammad Al Fatih), juga berkembangnya Bani Umayyah di Kordova (Eropa), termasuk juga penyebaran keislaman di tanah Tiongkok yang sangat berperan menumbangkan ketiranian Dinasti Yuan (Penguasa Mongol).[4]
Ayat 55 pada QS. Annur di atas, tidak hanya membatasi dinamika dakwah dan eksistensi kepemimpinan kaum Muslimin sebatas masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin, namun menjadi janji Allah kepada kaum Mu’minin yang beramal sholih (kapan pun masa mereka) akan menjadikan mereka kholifah dimuka bumi, meneguhkan dienul Islam, dan menukar kondisi ketakutan mereka menjadi aman sentausa.
Hadits Nu’man bin Bashir yang sedang kita bahas ini pun merupakan penafsiran dari ayat ini, merincikannya tahap demi tahap dengan ditutup kembali terwujudnya anugerah kekhilafahan  bagi kaum Muslimin, setelah terputus dalam jangka waktu yang sangat panjang dengan berlangsungnya era Kerajaan (Mulkan).
Dalam ayat lain, yang juga menggunakan kata istikhlaf, terdapat pada surah Al A’raf:129,
قَالُوا أُوذِينَا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَأْتِيَنَا وَمِنْ بَعْدِ مَا جِئْتَنَا ۚ قَالَ عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ وَيَسْتَخْلِفَكُمْ فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ
Kaum Musa berkata: “Kami telah ditindas (oleh Fir’aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: “Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi-(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.(P004/P4).



D. Kehancuran dan kekalahan Yahudi adalah sebuah keniscayaan yang telah tertulis dalam takdir sejarah mereka.
 Kezaliman dan kepongahan yang mereka tunjukkan saat ini kepada dunia hanya semakin menjustifikasi bahwa mereka pantas untuk mendapatkan hukuman. Toh, dalam sejarah umat manusia tidak ada kaum zalim, yang Allah biarkan berpetualang dalam kezaliman mereka. Semakin memuncak kezaliman mereka, kian dahsyat hukuman yang akan mereka terima.
وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا ۖ فَتِلْكَ مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَنْ مِنْ بَعْدِهِمْ إِلَّا قَلِيلًا ۖ وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَ
Dan tidaklah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman. (QS. Al-Qashash: 59).
Berikut ini adalah hal-hal yang semestinya dihayati dan diamalkan untuk merealisasikan janji kemenangan terhadap kezaliman Yahudi. Allah telah memberi pelajaran pada masa Rasulullah  Shallallahu Alaihi Wasallam dahulu, ketika persatuan dan kesatuan umat Islam hampir diceraiberaikan oleh seorang tokoh Yahudi (Syash bin Qeis). Kemudian Allah menurunkan ayat-Nya, sehingga kaum Muslimin kembali solid dan fitnah Yahudi terbongkar.
Peristiwa tersebut berhubungan dengan ayat Al-Quran, surah Ali Imran:103:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpegang teguhlah kamu kepada tali (dien) Allah seraya berjama’ah dan janganlah berpecah belah, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hati-hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara;  dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk”.
Menurut riwayat Muhammad bin Ishaq bin Yasar, sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Katsier, ayat tersebut turun sehubungan dengan peristiwa, seorang tokoh Yahudi yang merasa tidak senang terhadap persahabatan antara suku Aus dan Khazraj. Padahal dahulunya sebelum mereka mengenal Islam saling bermusuhan. Lantas ia mengutus seorang yang pandai menyebarkan fitnah untuk menyusup diantara Bani Aus dan Khazraj. Kemudian sang ‘provokator’ pun bereaksi, dengan mengingatkan  kembali pada peperangan Bu’ats, klimaks perseteruan mereka masa jahiliyyah dahulu. Hampir berhasil. Hampir terjadi peperangan antara Aus dan Khazraj, bahkan sudah menentukan lokasi pertempuran, di suatu tempat bernama Al Harrah. Namun hal itu bisa dicegah oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.  “Apakah dengan slogan-slogan dan isu-isu jahiliyyah sedang aku masih berada di tengah kamu?”, setelah bersabda demikian Beliau lantas membacakan ayat tersebut.
Insiden tersebut hanya sebuah ‘paragraf’ kecil dari catatan panjang tarikh Rasulullah beserta para sahabat. Mengenai kebencian Yahudi terhadap umat Islam dan kepiawaiannya dalam memecah belah persatuan kaum Muslimin. Namun tidak berkutik ketika menghadapi umat Islam yang solid, hidup terpimpin dalam naungan Jama’ah Muslimin dan taat kepada pimpinan.
Ternyata strategi konspirasi dan pecah belah seperti insiden di atas, senantiasa menjadi senjata andalan Yahudi di kemudian hari. Tersebutlah kemudian sosok Yahudi yang pura-pura masuk Islam, Abdullah bin Saba. Ia kasak-kusuk pada masa Ali bin Abi Thalib. Upayanya berhasil memecah belah umat Islam, karena bersamaan dengan penyakit tidak taat terhadap Khalifah yang menjalar dalam tubuh umat Islam kala itu. Peristiwa ini menjadi salah satu mata rantai penyebab terlepasnya sistem Khilafah Ala Min Hajinnubuwwah dari kaum Muslimin yang kemudian diganti dengan sistem Mulkan.
Fitnah Yahudi berlanjut. Tokoh Zionis Internasional, Theodore Herzl, melanglang buana ke seluruh dunia menggalang kekuatan untuk merintis negara Israel Raya. Konspirasi tingkat dunia semakin mencengkeram dalam, dan dimulailah suatu babak baru untuk memindahkan orang-orang Yahudi dari seluruh dunia ke negeri Palestina. Protokol Zionis menjadi acuan mereka, strategi pecah belah tetap merupakan  andalan utama dalam menguasai dunia.

E . Kehancuran dan kekalahan Yahudi adalah sebuah keniscayaan yang telah tertulis dalam takdir sejarah mereka.
 Kapan kiamat akan terjadi?
Tidak ada yang tau waktu terjadinya kiamat kecuali Allah Taala, bahkan Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam tidak diberitahu oleh Allah Ta’ala akan waktu terjadinya hari Kiamat.
Berbicara tentang kiamat yang merupakan perubahan besar pada alam semesta dan perjalanan menuju alam akhirat, surga dan neraka. Adalah berbicara tentang urusan ghaib yang kita tidak mengetahuinya. Dan sama halnya ketika berbicara tentang waktu dan tanda akhir zaman, kita katakan telah datang waktunya kiamat artinya kiamat sudah waktunya akan terjadi.
Bicara tentang akhir zaman adalah bicara tentang urusan ghaib yang Allah Ta’ala dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tidak menyebutkan waktu terjadinya, tapi hanya memberitahukan tanda-tandanya. Di antara tanda-tanda akhir zaman atau yang dikenal tanda-tanda dekatnya waktu kiamat adalah munculnya Imam Mahdi.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memberitahu kita tentang kemunculan Imam Mahdi dengan dua perkara:
1. Keadaan dan kejadian dunia serta umat manusia pada saat kemunculan Imam Mahdi, seperti hilangnya keadilan, merajalelanya kezaliman dan perselihan dalam merebut kekuasaan.
2. Sifat Imam Mahdi sebagai seorang pribadi yang dipilih oleh Allah Ta’ala sebagai pemimpin umat Islam di akhir zaman, dimana dia merupakan keturunan Nabi dengan nama Muhammad bin Abdillah, dia tidak mengaku sebagai Imam Mahdi, tapi orang-orang yang membaiat dirinya.
Dari memahami dua hal ini kita bisa mengetahui benar atau tidaknya pernyataan sebagian orang bahwa Imam Mahdi telah lahir.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا يَوْمٌ لَطَوَّلَ اللَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ فِيهِ رجل مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمُ أَبِي يَمْلَأُ الارض قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا
“Andaikan dunia tinggal sehari lagi, Allah Taala akan panjangkan hari tersebut sehingga diutus padanya seorang lelaki dari ahli baitku (keturunanku) namanya serupa namaku dan nama ayahnya serupa nama ayahku (Muhammad bin Abdillah). Ia akan penuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan penindasaan.” (HR Abu Dawud, No 9435, dan dishohihkan oleh al Albani, Shohih al Jami’ as Shoghir, No 5304).
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan keadaan dunia sebelum munculnya Imam Mahdi, bahwa kehidupan manusia diatas permukaan bumi “dipenuhi kezaliman dan penindasaan”, kita perhatikan kata (مُلِئَتْ) artinya dipenuhi. Kezaliman dann ketidakadilan merata di bumi, bukan hanya terjadi pada sebagian wilayah, adapun wilayah yang lain baik-baik saja.
Ketika sebagian orang melihat kekerasan, kezaliman, pembantaian di sebagian negara, seperti di Suria, Iraq dan Myanmar; mereka akan berteriak bahwa zaman kehadiran Imam Mahdi telah tiba. Mereka lupa melihat bagian bumi yang lain yang baik-baik saja, atau pura-pura tidak paham arti kata “dipenuhi”?!
Imam Mahdi akan memimpin umat Islam selama tujuh sampai sembilan tahun, dan pada masa itu akan muncul Dajjal dan turunnya Nabi Isa ‘Alaihissalam. Ketika kita berbicara tentang Imam Mahdi, pada masanya ada Dajjal dan Nabi Isa ‘Alaihissalam, artinya kita berbicara tentang ketiganya. Sudah lama kita mendengar tentang Imam Mahdi, kenapa Dajjal nya belum muncul-muncul?
Salah satu yang jelas menunjukkan kesalahan prediksi sebagian orang bahwa masa kita adalah masa akhir zaman; dengan dalih tentang sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam yang menjelaskan bahwa salah satu tanda akhir zaman adalah adanya perubahan di Jazirah Arabiyah, yaitu kerajaan Saudi dan sekitarnya yang akan menjadi padang rumput yang hijau, dan sungai-sungai mengalirkan air.
Dan sekarang Anda lihat lewat jendela pesawat saat berada diatas wilayah Saudi, jika belum ada kesempatan atau mendapat panggilan Allah ta’ala untuk berhaji atau Umrah, cobalah sempatkan waktu melihat petanya Paman Google, apakah padang-padang pasir Saudi telah berubah menjadi padang rumput yang hijau? Apakah sungainya sudah dipenuhi beningnya air yang mengalir?
Permasalahan yang terjadi pada sebagian orang adalah terlalu tergesa-gesa dalam menyimpulkan waktu kemunculan Imam Mahdi, tanpa melihat dalil-dalil tentang Imam Mahdi secara keseluruhan yang untuh, dan kurangnya memperhatikan detail-detail masalahnya.
Dari sebagian dalil yang disebutkan diatas, kita bisa memahami bahwa zaman kita ini, bukan zaman kelahiran Imam Mahdi, karena belum terpenuhinya seluruh sifat-sifat atau keadaan yang disebutkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam.


F . bagaimana cara kita mengetahui Imam Mahdi?
Caranya adalah dengan mengikuti para ulama-ulama, sederhananya jika MUI, majelis ulama Saudi Arabia, ulama-ulama al Azhar Mesir dan ulama-ulama dunia Islam lainnya mengatakan bahwa Si Fulan adalah Imam Mahdi, baru kita katakan dia adalah Imam Mahdi.
Kenapa demikian? Karena permasalahan Imam Mahdi adalah permasalahan tanzil (menurunkan/membumikan) dalil-dalil pada orang tertentu dan keadaan tertentu, dan itu hanya bisa dilakukan ulama karena masuk dalam Bab Ijtihad, yaitu menentukan hukum terhadap suatu masalah.
Dan tidak cukup dengan seruan atau kehebohan satu atau dua orang yang mengatakan diri sebagai seorang Dai, karena Imam Mahdi akan menjadi pemimpin seluruh kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin akan sepakat menerimanya; artinya para ulama-ulama sepakat bahwa dia adalah Imam Mahdi yang disebutkan sifatnya di dalam hadits-hadits Nabi. Wallahu a’lam.









DAFTAR PUSTKA

MINANEWS.NET

Uray Helwan Rusli, Penulis Buku Khilafah vs Yahudi


Rabu, 24 Oktober 2018

KETERAMPILAN DALAM AL-QUR'AN

BAB I
PENDAHULUAN

Al-Quran menaruh perhatian besar terhadap keterampilan. Keterampilan dalam Al-Quran mencakup banyak hal, mulai dari keterampilan berbahasa, berpikir, ekonomi, berperang, dan sebagainya. Keterampilan diperoleh setelah melalui pendidikan dan latihan dan diiringi dengan kesabaran, keuletan dan ketekunan. Al-Quran mengungkapkan bahwa manusia yang baik adalah manusia yang paling terampil dalam pekerjaannya, sebagaimana dalam Al-Qur’an, Surat Al-Mulk : 2 ;

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Allah Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,

Kalimat ayyukum ahsanu ‘amalaa, mengandung pengertian “ Siapa di antara kalian yang paling terampil” . Imam Ibnu Katsir menjelaskan, makna kalimat tersebut adalah “yang terbaik amalnya” seperti yang dikatakan oleh Muhammad bin Ajlan, bahwa dalam hal ini Allah tidak mengungkapkannya dengan kalimat lebih banyak amalnya. Dengan demikian dapat kita pahami, bahwa skala prioritas adalah kualitas dulu baru kuantitas. Amal yang terampil dan berkualitas itu lebih berharga dari pada amal yang tidak terampil atau asal-asalan, sekalipun kuantitasnya lebih banyak. Demikian pula dalam QS. Al Israa : 84, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلًا

“Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Rabbmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.”

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan ‘ala syaakilatih ialah menurut keahlian atau keterampilannya masing-masing. Menurut Mujahid, makna yang dimaksud adalah menurut keadaannya masing-masing. Keterampilan dalam Al-Qur’an, meliputi beberapa hal penting, antara lain:

1. Keterampilan Intelektual : berpikir (QS. Ali Imran 190)
2. Keterampilan Emosional : jiwa (QS. Al-Baqarah : 153-157)
3. Keterampilan Spiritual : taqwa dan tawakkal (QS. Ali Imran 133-135, Al-Anfaal : 2)
4. Keterampilan Fisikal : jasmani (QS. Al-Anfaal : 60)

Ruang lingkup kajian tentang keterampilan dalam Al-Qur’an sangatlah luas, karena itu penulis membatasi kajian sesuai silabus PTIQ, antara lain sebagai berikut :

1. Keterampilan berpikir
2. Keterampilan menggunakan peralatan teknologi
3. Keterampilan teknologi informasi
4. Keterampilan teknologi persenjataan

BAB II
PEMBAHASAN

Al-Qur’an sebagai kitab Allah menjelaskan segala aspek kehidupan, baik urusan akhirat maupun urusan dunia, ayat-ayat Al-Qur’an ada yang menjelaskan secara eksplisit, ada juga yang implisit, ada yang bersifat global (mujmal), ada juga yang terperinci (tafshili). Keterampilan adalah bagian yang tidak luput dari senRabb Al-Qur’an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلَاءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (89)

“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. “

Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa telah dijelaskan kepada kita semua ilmu dan segala sesuatu. Menurut Mujahid telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an, semua perkara halal dan haram. Pendapat Ibnu Mas’ud lebih umum dan lebih mencakup semua ilmu yang bermanfaat, menyangkut berita yang terdahulu dan pengetahuan tentang masa mendatang.

Keterampilan dalam pandangan Islam, adalah sesuatu yang amat berharga. Untuk menjadi terampil diperlukan ilmu dan latihan, karena keterampilan muncul tidak mendadak, tapi mendidik. Artinya, melalui proses pendidikan yang memerlukan cukup waktu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, memberikan gambaran pentingnya ilmu, sebagaimana dalam sabdanya sebagai berikut :

إنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِي اللهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى , وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ , فَأَنْبَتَتْ الْكَلَاَ , وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ , وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ , فَنَفَعَ اللهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا , وَسَقَوْا , وَزَرَعُوا , وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ الْمَاءَ , وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً , فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللهِ , وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِي اللهُ بِهِ , فَعَلِمَ , وَعَلَّمَ , وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا , وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ

“Perumpamaan apa yang dituliskan oleh Allah kepadaku yakni petunjuk dan ilmu adalah seperti hujan lebat yang mengenai tanah. Dari tanah itu ada yang gemburyang dapat menerima air lalutumbuhlah padang rumput yang banyak. Dari panya ada yang keras dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan rumput. Demikian itu perumpamaan orang yang tidak menolak kepadanya, dan mengajar, dan perumpamaan orang yang pandai agama Allah dan apa yang dituliskan kepadaku bermanfaat baginya, ia pandai dan mengajar, dan perumpamaan orang yang tidak menolak kepadanya, dan ia tidak mau menerima petunjuk Allah, yang mana saya di utus dengannya”.

1. Keterampilan Berpikir (Thinking Skill)

Pengertian Keterampilan :

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti keterampilan adalah : diambil dari kata terampil, yang berarti ; Kecakapan menyelesaikan tugas.

Menurut Para Ahli :
Gordon (1994)

Pengertian keterampilan menurut Gordon adalah kemampuan seseorang dalam mengoperasikan pekerjaan secara lebih mudah dan tepat. Menurut Hari Amirullah, istilah terampil juga dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau tugas.

Menurut Muzni Ramanto, Soemarjadi, dan Wikdati Zahri (1991:2)

Kata keterampilan dapat disamakan dengan kata kecekatan. Orang yang dapat dikatakan sebagai orang terampil adalah orang yang dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya secara cepat dan benar.

Menurut Santrock , penalaran adalah pemikiran logis yang menggunakan metode induksi dan deduksi untuk mencapai atau menarik sebuah kesimpulan. Berpikir dan bernalar adalah dua hal yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya di dunia ini.

Berpikir dapat dibedakan dengan penalaran atau reasoning. Menurut Santrock (2011, 302) penalaran adalah pemikiran logis yang menggunakan metode induksi dan deduksi untuk mencapai atau menarik sebuah kesimpulan.

Berpikir dan bernalar adalah dua hal yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya di dunia ini. Keterampilan berpikir dan bernalar difungsikan secara optimal agar manusia dapat hidup adaptif di dalam dunia.

A. Al Qur’an dan Konsep Berpikir

Al-Quran terkadang memposisikan manusia untuk sebagai makhluk yang berdaya (dalam konsep aliran kalam disebut Mu’tazilah atau Qodariyah) dimana menjadi akal seperti “dewa penyelamat” dalam mengatasi segala macam masalah. Akal berikut panca indra menjadi tertuduh manakala timbulnya masalah pada lingkungannya. Dalam arti yang lain. Allah tidak dimasukkan sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab dalam setiap persoalan yang muncul.

Hal-hal di atas sangat berbahaya dalam konteks tauhid. Maka upaya berpikir sistemik dalam ranah Filsafat tentu menjadi salah satu hal tidak terbantahkan membantu berbagai macam problematika sehari- hari. Namun nilai sufistik dalam Al-Quran tetap menjadi wahana dan salah satu landasan dalam menyikapi setiap kejadian.

Al-Quran dalam konteks historis pertama kali diturunkan di Gua Hira’ dan ayat yang pertama kali turun adalah surah al’Ala. Konsentrasi ayat 1-5 yang pertama kali diturunkan tesebut bagaimana upaya Al-Quran mengajak manusia untuk mengenal Allah melalui perintah iqra. Membaca di sini buka saja bersifat himbauan tetapi lebih dikuatkan dalam bentuk perintah.

Dalam dimensi ushul fiqh bahasa perintah wajib untuk dikerjakan. Dalam Kitab Suci manapun di dunia ini, hanya Al-Quran yang memulai mengenal Allah melalui proses membaca. Yang didalamnya terkandung makna berpikir. Kalau agama dan kepercayaan yang lain dimulai dari hal yang bersifat doktrinal. Beda halnya dengan Al-Quran “menantang” manusia menguji keabsahan dan kebenaran Rabb yang diuraikan dalam firman-firman Allah. Banyak sekali dijumpai ayat-ayat mewakili kebuRabb akal manusia untuk di gunakan sebaik mungkin. Besarnya porsi dan kesempatan manusia untuk berpikir, menandakan adanya upaya pengkajian dan telaah bahwa segala sesuatu yang dipikirkan dimulai dari sikap kritis. Sikap kritis di sini bukan membawa sebuah konsep filsafat umum, dimulai dengan rasa keraguan. Tetapi bagaimana sebuah informasi, ajaran dan lain-lainya dapat ruang untuk didiskusikan dalam ranah keilmuan.

Sebagai sebuah pedoman suci, agama menjadi landasan sakral yang tidak boleh dtinggalkan. Sesuatu yang tidak perlu ditafsirkan lagi dan bersifat qoth’i. Hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa Islam telah menjamin kebebasan berpikir. Hal itu terlihat jelas, bahwa Islam mendorong umatnya untuk menjelajahi penciptaan alam semesta. Islam memberikan toleransi kebebasan berpendapat dalam segala ruang lingkup perkara dunia. Baik dalam urusan umum maupun kelompok.

Hal ini tampak jelas terlihat dalam kisah Saad bin Muaz dan Saad bin Ubadah ketika Rasulullah mengajak keduannya untuk bermusyawarah dalam perjanjian dengan Bani Ghatafan untuk memberikan upeti sepertiga hasil dari kurma Madinah hingga mereka bersedia untuk keluar dari perjanjian pada saat perang Ahzab.

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, datanglah Harits Al Ghatafan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata;” Hai Nabi Muhammad, bagikan kepada kami kurma dari Madinah.”Dikatakan juga.:” sampai memenuhi sekian- sekian.” Lantas Beliau mengutus Saad bin Muaz, saad Bin Ubadah, Saad Bin Rabi, Saad Bin Khaitsamah, Saad Bin Mas’ud dan berkata, “Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa orang-orang Arab telah melempar kalian dengan satu panah (bersatu padu) dan Harist telah memberikan pada kalian pilihan uuntuk membagikan kepadanya kurma Madinah. Jika kalian bersepakat untuk membayar kepadanya selama satu tahun ini sampai kalian melihat urusan sesudahnya. Mereka menjawab’ “Ya Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam jika ini wahyu dari langit kami tunduk pada perintah Allah. Jika Ini kehendak anda, maka kami harus mematuhinya. Namun Jika Anda ingin mengetahui pendapat kami, maka demi Allah, kami melihat kita dengan mereka sama. Tidaklah kami memberikan kurma kepada mereka kecuali membeli atau kesepakatan (jual beli)”.

Kisah di atas menandakan Al-Quran dan hadis tidak memonopoli semua ruang kehidupan. Memang ada-ada hal yang sifatnya jelas tanpa ada proses ijtihad tapi masih banyak celah dimana akal diberikan kesempatan untuk bertugas. Sekalipun itu dalam ranah hukum agama (fiqh) apalagi yang masih sangat bersifat furu’iyah.

B. Perintah Berpikir Dalam Al-Qur’an

… فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ

“... Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.”

أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ

Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?

أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ

“ Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Rabbnya.”

C. Berpikir Dalam Perspektif Islam

Akal dan pikiran merupakan karunia paling mulia yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia. Di dalam Al-Quran, kata ‘aql tidak ditemukan dalam bentuk kata benda. Tetapi dalam bentuk kata kerja, baik bentuk lampau (fī’l madli) maupun sedang dan yang akan datang ( fī’l mudlari ). Hal ini dapat dipahami bahwa akal haruslah berfungsi karena yang bermakna bagi kehidupan adalah aktivitasnya.

Orang yang tidak mau memfungsikan akalnya dalam menalar berbagai peristiwa disekelilingnya dicela oleh Al-Qur’an. Beberapa ayat dalam masalah ini dapat dibaca, Sebaliknya Al-Qur’an sangat bersimpati kepada orang yang mau menggunakan akalnya untuk memikirkan fenomena alam sebagai tanda kebesaran Allah.

D. Istilah berdekatan dengan makna berpikir

Tafakkur (berpikir) berasal dari kata fakkara yang berarti kekuatan atau daya yang mengantarkan kepada ilmu. Dengan kata lain bahwa tafakkur adalah proses menggunakan daya akal (‘aql) untuk menemukan ilmu pengetahuan. Istilah fikr memiliki beberapa makna yang berdekatan, antara lain dengan ;

1. Tadzakkur
2. Tadabbur
3. Ta’aqqul, dll

Ibn al-Qayyim mengatakan bahwa tafakkur adalah proses memahami kebenaran suatu perintah antara yang baik (al-khair) dan yang buruk (al-sharr) untuk mengambil manfaat dari yang baik-baik serta bahaya dari suatu keburukan. Adapun objek kajian berpikir (tafakkur) ialah ilmu. Sebab, berpikir berarti upaya untuk mencari ilmu pengetahuan, maka konsep berpikir juga memiliki makna relasional dengan konsep ilmu (‘ilm) dalam al-Qur’an.

Untuk itu, orang yang selalu berpikir tentang suatu ilmu disebut ‘arif atau ‘alim. Kata ‘arif dan ’alim memiliki lawan kata jahil (orang yang tidak tahu). Maksudnya, orang yang tidak berilmu, tidak dapat dijadikan sandaran menuju kebenaran karena ia tidak tahu hakekat ilmu.

Ada beberapa kata-kata yang menunjuk aktivitas berpikir dalam Al-Quran, antara lain: At Tadzakkur, At Tafakkur, At Tadabbur, dan At Ta’aqqul

1.At-Tadzakkur

Tadzakkur merupakan bentuk derivasi dari kata dasar dzakara yang berarti mengingat. Makna mengingat di sini adalah suatu proses menyimpan sesuatu yang sebelumnya sudah diketahui. Sehingga timbul kesadaran. Sedangkan dzikr berarti segala yang terucap oleh lisan. Adapun Ar-Raghib al-Asfahany membagi makna dzikr menjadi dua yaitu Dzikr bi Al-Qalb (berpikir dengan hati) dan Dzikr bi Al-Lisan (mengingat dengan lisan). Lebih lanjut ia menekankan bahwa masing-masing mengandung makna sebagai proses mengingat kembali tentang apa yang telah terlupa dan mengingat untuk memahami hal yang baru atau ilmu yang baru bagi orang yang berpikir. Dalam Konteks peribadatan mengingat Allah salah satu bagian menjaga hubungan dengan Allah, Sehingga Allah memberkati.

Selain itu, Tadzakkur juga memiliki makna leksikal (makna dasar) di antaranya ialah darasa (mempelajari) yang memiliki turunan tadarasa yang berarti mempelajari kembali atau mempelajari secara berulang-ulang untuk mengingatnya. Lawan kata dari dzikr adalah nisyan (lupa). Artinya, Tadzakkur berfungsi untuk menjaga ilmu (‘ilm) yang ada supaya terhindar dari penyakit lupa. Berarti lupa merupakan akibat dari tidak diulangnya atau tidak dipelajarinya kembali ilmu-ilmu yang pernah diketahui sebelumnya. Sebagaimana Abi Zaid yang berkesimpulan, adz-dzikr berarti ash-sharaf (kemuliaan). Begitu besarnya perhatian Al-Quran terhadap akal dan potensi yang digunakan untuk berpikir sehingga sangat mudah dijumpai ayat-ayat bersifat Tadzakkur, diantaranya yaitu:

- Konsep Allah dan nama-nama-Nya ;
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21)

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آَذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي الْقُرْآَنِ وَحْدَهُ وَلَّوْا عَلَى أَدْبَارِهِمْ نُفُورًا (46)

“Dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Rabbmu saja dalam Al Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya,”

Ayat-ayat lainnya adalah sebagai berikut :

[QS. Al-A’la : 15, Az-Zumar : 45, Muhammad : 20, Al-Baqarah : 152, 198, 203, Ali Imran : 191, An-Nisa’ : 142, As-Shaffat : 13, Al-Muddatstsir : 56, Al-An’am : 138, Al-Baqarah : 114, Al-An’am : 121, Al-Hajj : 36, 40, An-Nur : 36, Al-Maidah : 4, 110, Al-A’raf : 205, Al-Kahfi : 24, Al-Muzzammil : 8, Al-Insaan : 25]

- Konsep Al-Qur’an ;
أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَلِتَتَّقُوا وَلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Rabbmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu dan mudah-mudahan kamu bertakwa dan supaya kamu mendapat rahmat?”

Ayat-ayat lainnya, adalah sebagai berikut ;

[QS. 69, Yusuf : 104, Al-Anbiyaa’ : 2, 50, As-Syu’araa’ : 5, Yaasiin : 69, Shaad : 49, 87, Az-Zukhruf : 44, Al-Qalam : 52, Al-Kautsar : 27],

- Konsep nikmat ;
لِتَسْتَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ (13)

“Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Rabbmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha Suci Rabb yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya,”

Ayat-ayat lainnya, adalah sebagai berikut ;

[QS, Al-Baqarah : 40, 47, 122, 231, Ali Imran : 103, Al-Maidah : 7, 11, 20, Al-A’raf : 69, 74, 86, Al-Anfal : 26, Ibrahim : 6, Al-Ahzab : 9, Fathir : 3].

- Konsep manusia
أَوَلَا يَذْكُرُ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا

“ Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?”

Tadzakkur merupakan satu term dalam Al-Quran yang dapat dimaknai proses berpikir. Keterangan di atas juga menjelaskan kepada orientalis bahwa Islam adalah agama satu-satunya yang ajarannya dapat didebatkan di “meja Ilmu pengetahuan” Al-Quran buka saja mengetuk pikiran sesorang tapi juga menyuruh manusia untuk bisa merasa segala sendi kehidupan yang dijalaninya. Dari ayat-ayat diatas, dapat kita lihat, bahwa kata tadzakkur mengandung pengertian yang hampir sama dengan tafakkur.

2. Tafakkur

Kata- kata lain yang menunjukkan perintah berpikir dalam Al-Quran adalah Tafakkur. Kata ini tidak asing bagi telinga umat Islam, karena memang lafaz ini bagian yang sering disebutkan Allah dalam Al-Quran. Tafakkur berasal dari kata fakara yang berarti kekuatan atau daya yang mengantarkan kepada ilmu. Dengan kata lain bahwa tafakkur adalah proses menggunakan daya akal (‘aql) untuk menemukan ilmu pengetahuan. Istilah fikr memiliki beberapa makna yang berdekatan. Di antaranya ialah al-tafakkur, al-Tadzakkur, al-tadabbur, nadzar, ta’ammul, i’tibar, dan istibshar.

Ibn al-Qayyim mengatakan bahwa tafakkur adalah proses memahami kebenaran suatu perintah antara yang baik (al-khair) dan yang buruk (al-syarr) untuk mengambil manfaat dari yang baik-baik serta bahaya dari suatu keburukan. Adapun objek kajian berpikir (tafakkur) ialah ilmu. Sebab, berpikir berarti upaya untuk mencari ilmu pengetahuan, maka konsep berpikir juga memiliki makna relasional dengan konsep ilmu (‘ilm) dalam al-Qur’an.

3. At-Tadabbur

Tadabbur merupakan istilah yang datang dari bahasa Arab. Istilah tadabbur merupakan bentuk derivasi dari kata dasar dabara yang artinya melihat apa yang terjadi di balik suatu masalah. Selain itu, kata tersebut juga memiliki makna leksikal “menyuruh (al-amr). Dari kata dasar dabara juga menurunkan istilah lain yaitu at- tadbir yang berarti memikirkan (at-tafkir) apa yang ada di balik sesuatu. Selain itu didapatkan juga istilah at-tadbir yang artinya membebaskan budak dari keterbelakangan atau terbebasnya seorang budak dari perbudakan setelah kematian tuannya.

Hal tersebut senada dengan perkataan Ibnu Katsir bahwa tadabbur berarti memahami suatu makna dari lafaz-lafaz yang ada, serta memikirkan makna dari tanda-tanda (ayat) yang ada dalam Al-Qur’an dan mengambil manfaat dari makna tersebut melalui hati (qalb) serta menjadikannya pengalaman atau ilmu baru dengan penuh keyakinan. Ahmad Ibnu Faris mengatakan bahwa tadabbur juga memiliki arti kemuliaan (al-karam) Jadi, dalam konteks semantik leksikal tadabbur dan hubungannya dengan Al-Qur’an tidak berarti membaca dan menghafal ayat-ayatnya saja.

Lebih dari itu, sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Bakar Al-Ajiry bahwa tadabbur ialah mengamalkan dalam kehidupan mengenai apa yang dihasilkan dari proses memikirkan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam Al-Qur’an kata tadabbur dalam hubungannya dengan proses berpikir terdapat sebanyak 4 kali, masing-masing dalam 4 surat dan 4 ayat [Q.S. An-Nisaa’ : 82,Muhammad : 24, Al-Mu’minun : 68, dan Shad : 29].

Dan jika ditelaah tentang obyek yang menjadi sasaran tadabbur ini, maka objek kajian dalam beberapa ayat tersebut mencakup tentang wahyu Allah (Al-Qur’an) dan tanda-tanda kebesaran Allah yang lainnya. Adapun term yang digunakan dalam ayat tersebut ialah afala yatadabbaruun dan afala yaddabbaru al-qaula. Artinya, kedua bentuk berpikir tersebut menunjukkan akan perintah berpikir atas makna yang terkandung (baik tersurat atau pun tersirat) dalam ayat Al-Qur’an. Satu di antara 4 ayat tersebut adalah :

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

“Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”

4. At-Ta’aqqulu

Kata ta’aqqul ditinjau dari segi kebahasaan memiliki beberapa makna. Secara leksikal kata ta’aqqul berasal dari kata dasar ‘aqala yang memiliki makna berpikir. Kata ‘aqala dalam bentuk kata kerja (fi’l) berarti habasa yang berarti mengikat atau menawan. Orang yang menggunakan akalnya disebut dengan ‘aqil atau orang yang dapat mengikat dan menahan hawa nafsunya. Dalam Mu’jam Al-Maqayis fi Al-Lughah mengatakan bahwa semua kata yang memiliki akar kata yang terdiri dari huruf ‘ain, qaf, lam menunjuk kepada arti kemampuan mengendalikan sesuatu, baik berupa perkataan, pikiran, maupun perbuatan. Adapun konsep ta’aqqul membentuk derivasi seperti;‘aqala-ya’qilu sebagai kata kerja, ‘aql sebagai daya berpikir, ‘aqil menunjuk kepada orang yang berpikir. Sedangkan objek yang masuk akal seringkali disebut dengan ma’qul.

Sedangkan ta’aqqul berarti aktifitas berpikir. Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa orang yang berakal atau orang yang menggunakan daya akalnya dengan baik pada dasarnya ia adalah orang yang mampu mengikat hawa nafsunya, sehingga hawa nafsunya tidak dapat menguasai dirinya. Selain itu, orang yang berpikir juga akan dapat mengendalikan dirinya terhadap dorongan nafsu dan juga dapat memahami kebenaran agama. Sebab, orang yang dapat memahami kebenaran agama hanyalah orang yang tidak dikuasai oleh hawa nafsunya. Adapun sebaliknya adalah orang yang dikuasai oleh hawa nafsunya tidak dapat memahami agama dengan baik dan sempurna,. sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla :

وَمِنْهُمْ مَنْ يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ حَتَّى إِذَا خَرَجُوا مِنْ عِنْدِكَ قَالُوا لِلَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مَاذَا قَالَ آَنِفًا أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ

Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.

Berdasarkan penggunaan ‘aql dalam berbagai susunannya dapat dijelaskan beberapa kelompok penggunaannya. Terdapat 14 ayat digunakan untuk memikirkan dalil dan dasar keimanan. [QS. : Al-Baqarah : 76, 75, 170, 171. Al-Maidah : 103, Yunus 100, Huud : 51, Al-Anbiya’ : 67, Al-Furqan : 44, Al-Qashash : 60, Yaasiin : 62, Az-Zumar:43, Al-Hujuraat : 4, Al-Hasyr : 14].

Kemudian dalam 12 ayat kata ‘aql digunakan untuk memikirkan dan memahami alam semesta serta hukum-hukumnya (sunnatullah). [QS. Al-Baqarah : 164, Al-Ra’d : 4, Al-Nahl : 12, 67, Al-Mu’minun : 78, Al-Syu’ara’ : 28, Al-Qasas : 60, Al-Ankabut : 63, Al-Rum : 24, Al-Shaffat : 138, Al-Hadid : 170, Al-Mulk : 10].

Dalam 8 ayat lainnya, kata ‘aql dihubungkan dengan pemahaman terhadap peringatan dan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. [QS. Yusuf : 2, Al-Baqarah : 32, 44, Ali Imran : 65, Yunus : 16, Al-Anbiya’ : 10, Al-Zukhruf : 3, Al-Mulk : 10].

Dalam 7 ayat, dihubungkan dengan pemahaman terhadap proses sejarah keberadaan umat manusia di dunia. [QS. Al-Hajj : 45-46, Yusuf : 109, Hud : 51, Al-Anfal : 22, Yunus : 10, An-Nuur : 61, Yaasiin : 68]. Lalu dalam 6 ayat dihubungkan dengan pemahaman terhadap kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. [QS.Al-Baqarah : 73, 242, Al-An’aam : 32, Al-Syu’ara’ : 28, Al-Ankabut : 35, Al-Rum : 28].

Dalam 1 ayat dihubungkan dengan pemahaman terhadap hukum-hukum yang berkaitan dengan moral. [QS. Al-An’aam : 151]. Sedangkan dalam 1 ayat dihubungkan dengan pemahaman terhadap makna ibadah, seperti shalat. [QS. Al-Maa’idah : 58].

E. Klasifikasi Keterampilan Berpikir

Ada 4 klasifikasi , yaitu:

a. Berpikir kreatif (Creative Thinking)

Kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir tentang sesuatu dengan cara baru dan tidak biasa dan datang dengan solusi unik untuk masalah. Berpikir kreatif merupakan kegiatan menciptakan model-model tertentu, dengan maksud untuk menambah agar lebih kaya dan menciptakan sesuatu yang baru.

b. Berpikir kritis (Critical Thinking)

Merupakan kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna. Berpikir kritis memungkinkan kita mengenali dan memahami berbagai analisis data subyektif yang dinyatakan secara objektif serta sesuai keperluan.

c. Pemecahan masalah (Problem Solving)

Adalah upaya orang untuk mencapai suatu tujuan karena mereka tidak memiliki solusi secara otomatis. Pemecahan masalah dapat memicu kreativitas. kemampuan pemecahan masalah menjadi sangat penting karena dapat menguji kemampuan seseorang dalam memecahkan suatu permasalahan

d. Pengambilan keputusan (Decision Making)

Ciri seseorang berada pada tingkat tertinggi dari pekerjaan atau profesinya adalah kepentingan untuk pengambilan keputusan yang tepat guna. Kompetensi pengambilan keputusan pada dasarnya adalah bagaimana menjadikan seseorang untuk dapat memilih tindakan (solusi) yang terbaik dari permasalahan yang dihadapinya. Pengembangan kompetensi keterampilan dalam menggunakan peralatan teknologi, adalah bagaimana mengambil keputusan yang berkualitas secara sistematis, memilih teknologi yang tepat guna dari berbagai teknologi yang ditawarkan dalam pemecahana masalah, dan sekali keputusan tersebut sudah diambil, maka sang decision maker harus berdiri di belakang keputusan itu dengan komitmen penuh.

F. Konsep Berpikir

Tentu tidak semua berpikir menghasillkan kebangkitan. hanya proses berpikir yang hakiki saja yang menghasilkan kebangkitan itu. Kadang seseorang tidak memperhatikan apakah yang dilakukannya dalam berpikir merupakan hal yang esensi, prinsip, atau praktis. Ketiganya tentu berbeda

1. Esensi

Pada hakikatnya seseorang berpikir secara esensi (inti) terlebih dahulu. tanpa berpikit hal yang esensi maka tidak akan berujung pada kebenaran apalagi kebangkitan. pemikiran yang esensi dalam kehidupan ini adalah untuk menjawab sebuah pertanyaan dasar, "untuk apa kita berada di dunia ini?", Juga pertanyaan aasasi "Dari mana asal kita dan mau kemana kita setelah mati?", pertanyaan-pertanyaan itulah yang harus dijawab. dari awal pertanyaan tadi akan berkembang pemikiran esensial tersebut bahwa sesungguhnya keberadaan kita di bumi ini adalah untuk mengabdi kepada Tuhan ala semesta ini. keberadaan kita di muka bumi sebagai Khalifatullah. Oleh karena itu, manusia sebelum berkiprah di dunia harus melakukan perenungan, tafakur, dan berpikir mengenai hal yang esensi ini. dalam ajaran islam, hal yang esensi adalah aqidah. keimanan terhadap Tuhan. keyakinan inilah yang menjadi pendorong seseorang dalam berpikir dan bertindak selanjutnya. keimanan juga menjadi dasar bagi setiap muslim dalam beraktivitas.

2. Prinsip

Setelh berpikir tentang hal yang esensi maka selanjutnya barulah kita melangkah menuju suatu prinsip. sebuah prinsip berbeda dengan esensi. prinsip adalah hal yang membatasi esensi. sesuatu yang esensi adalah sebuah inti. tanpa suatu pembatas maka ia bukan lagi sebuah esensi (inti). pembatas dari inti adalah suatu prinsip, jika esensi itu satu (karena ia adalah inti) makaprinsip bisa beberapa (namun tidaklah banyak). Berpikir tentang hal-hal prinsip juga penting. sebab hal itu menjadi penjabaran dari hal yang esensi. seseorang yang berpikir dalam kerangka Islam, ia akan melihat masalah aqidah adalah hal yang esensi. sedangkan rukun iman dan rukun Islam adalah prinsip yang harus dijalankan. juga ilmu ushul fiqih (ilmu mengenai dasar agama Islam) adalah hal-hal prinsip yang merupakan pokok dari ajaran Islam. kaidah tersebut merupakan rumus dari penjaabaran aqidah maupun ajaran Islam.

Seseorang kadang sudah memahami hal yang esensi tapi gagal dalam menerjamahkan suatu prinsip. kadang prinsip yang dijabarkan itu melenceng dari esensinya. sebuah contoh konkret yang sekarang ini berkembang adanya asas pluralitas dalam beragama. seorang yang berpikir sistematik akan menyadari bahwa puncak segitiga adalah satu, yaitu hal yang esensi. oleh karena itu, hal yang esensi tersebut sebagaimana dijelaskan bahwa hal itu adlah inti, adalah satu pula. sebuah kebenaran tentang hal esensi adalah tunggal yaitu keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di atas sudah dijelaskan bahwa hal yang esensial adalah aqidah Islam. aqidah Islam adalah keimanan bahwa Tuhan adalah satu, yaitu tauhiid. namun demikian, ada pula kalangan yang menganut ajaran Islam yang berarti tauhiid, menganut pula prinsip pluralisme yang menyatakan semua agama adalah benar. di atas engakui hanya satu, kemudian dibawah mengakui yang lainnya juga. pluralisme memang baik tapi bukan untuk masalah aqidah atau hal yang esensial, seperti keyakinan terhadap suatu agama. orang yang berprinsip pluralisme dalam beragama gagal membuat prinsip yang menjabarkan esensi dala sistem berpikirnya.

3. Praktis

Setelah berpikir masalah prinsip,seesorang bisa memikirkan masalah-masalah praktis, berdasarkan hal yang esensi dan prinsip tersebut. hal yang praktis banyak sekali dan merupakan penjabaran dari esensi maupun prinsip. jumlahnya bisa tidak terbatas tapi tidak lepas dari koridor segitiga di atas. dalam ajaran islam, hal-hal praktis merupakan kajian fiqih mengenai perbuatan seseorang. disana akan dibahas perbuatan-perbuatan yang wajib, sunnah, mubah, haram dan juga makruh. tak ketinggalan masalah akhlal atau perbuatan moral yang sesuai dengan kaidah islami.Dengan menjalankan sistematika berpikir ini maka seseorang akan mudah dalam menjalankan kehidupannya. tidak terombang ambing oleh suasana kehidupan. Pemikirannya fokus tidak kesana kesini tanpa arah. juga akan mudah menyelesaikan problematika hidup. yaitu dari hal-hal yang praktis ditarik kepada masalah prinsip dan kemlbali kepada sesuatu yang esensi. seorang muslim yang tahu akan potensi ini sudah seyogianya mengacu kepada sistem berpikir seperti ini. demikianlah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat serta generasi pertama dulu sehingga mereka menjadi bangsa yang memimpin dunia.

2. Keterampilan Menggunakan Peralatan Teknologi

Perkembangan peralatan teknologi yang seiring dengan kemajuan zaman menuntut peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan perangkat teknologi tersebut. Untuk itu, kita perlu mempelajari dan memahami dengan baik teknologi tersebut agar dapat memberikan pengetahuan yang lebih banyak dan informasi yang mutakhir. Dalam menghadapi perkembangan peralatan teknologi, kita dituntut untuk belajar sejak dini agar kita dapat berperan secara optimal

Peran Teknologi

Teknologi banyak menghasilkan mesin dan alat-alat seperti jam, mesin jahit, mesin cetak, dan sebagainya, agar manusia dapat hidup lebih mudah, aman dan senang dalam lingkungannya. Disamping itu, alat-alat itu juga menimbulkan macam-macam bahaya yang dapat merusak dan membahayakan hidup manusia. Adanya alat-alat itu dapat mengubah pikiran manusia, mengubah cara kerja dan cara hidupnya. Juga pendidikan, tidak bebas dari pengaruh teknologi.

Laura Turner, seorang praktisi teknologi pendidikan mencatat berbagai keterampilan teknologi yang harus dikuasai oleh pendidik pada era sekarang. Pada tahun 2005 beliau merilis sebuah tulisan 20 keterampilan teknologi dasar yang harus dikuasai pendidik dalam The Journal, kemudian di tahun 2010 beliau menulis kembali 20 keterampilan teknologi bagi pendidik di Guide 2 Digital Learning sebagai lanjutan dari tulisan sebelumnya. Penulis pun telah menambahkan beberapa keterampilan sebagai update atas daftar yang telah dikumpulkan sebelumnya. Berikut adalah keterampilan-keterampilan tersebut.

40 Keterampilan Teknologi Informasi yang Wajib Dikuasai Pendidik 1. Keterampilan Pengolahan Kata (Word Processing)
2. Keterampilan Spreadsheet
3. Keterampilan Basis Data
4. Keterampilan Presentasi Multimedia
5. Keterampilan Navigasi Web
6. Keterampilan Perancangan Web (Web Design) dan Pengelolaannya
7. Keterampilan Pengelelolaan Email
8. Keterampilan Penggunaan Kamera Foto dan Video Digital
9. Keterampilan Jaringan Komputer yang Diaplikasikan dalam Sistem Jaringan Sekolah
10. Keterampilan Pengelolaan File & Windows Explorer
11. Keterampilan Mengunduh Software dari Web (Termasuk Pengetahuan Mengunduh Buku Elektronik)
12. Keterampilan Instalasi Software dalam Komputer
13. Keterampilan Mengajar Menggunakan Learning Management System (Web CT, Black board atau Moodle)
14. Keterampilan Konferensi Video
15. Pengetahuan Media Penyimpanan di Komputer (harddisks, CD, drive USB, DVD, dll.)
16. Keterampilan Memindai (Scan)
17. Keterampilan Pencetakan Dokumen
18. Keterampilan Piranti Bergerak (Handphone, Smartphone, PDA, Tablet)
19. Pengetahuan Hak Cipta
20. Pengetahuan Keamanan Komputer
21. Pengetahuan Perangkat Google
22. Keterampilan Pemanfaatan Google Earth
23. Keterampilan Pemanfaatan Software Wiki dan Ensiklopedia Digital
24. Keterampilan Membuat dan Mengelola Blog
25. Keterampilan Pemanfaatan Social Book marking
26. Keterampilan Pemanfaatan Jejaring Sosial
27. Pemanfaatan Sumber Belajar Web Disesuaikan dengan Konten Spesifik
28. Keterampilan Pencarian di Web
29. Keterampilan Pemanfaatan Web 2.0
30. Keterampilan Papan Pintar Interaktif / Interactive White Board (Smart Board dan Promethean)
31. Keterampilan Pemanfaatan Pesan Instant
32. Video Streaming dan Podcast
33. Pengetahuan RSS Feed
34. Pengetahuan Virtual World (Second Life, dll)
35. Keterampilan Pemanfaatan Perangkat Kolaborasi & Komunikasi Online
36. Keterampilan Pemanfaatan Perangkat Penceritaan Digital
37. Keterampilan Pemanfaatan Software Organiser Grafik (Mind Mapping, Concept Map, dll)
38. Keterampilan Pengolahan Gambar (Image Editing)
39. Keterampilan Pengolahan Video (Video Editing)
40. Keterampilan Penyusunan Multimedia untuk Bahan Ajar e- Learning (SCORM)

Keterampilan-keterampilan tersebut diatas, adalah sebagian dari teknologi terkini yang terkait dengan komputerisasi. Penulis pun baru menginventarisir, belum dapat memahami apalagi menjalankan semuanya. Perkembangan teknologi sungguh pesat, diperlukan waktu dan kesungguhan untuk belajar, agar kita tidak jadi gaptek (gagap teknologi).

Dalam dunia pendidikan, keterampilan dalam teknologi menjadi media pengajaran, yang digunakan dalam rangka upaya peningkatan / mempertinggi mutu proses KBM. Oleh karena itu, harus diperhatikan prinsip-prinsip penggunaannya yang antara lain:

1. Penggunaan media pengajaran hendaknya dipandang sebagai bagian yang integral dari suatu sistem pengajaran dan bukan hanya sebagai alat bantu yang berfungsi sebagai tambahan yang digunakan bila dianggap perlu dan hanya dimanfaatkan sewaktu-waktu dibutuhkan
2. Media pengajaran hendaknya dipandang sebagai sumber belajar yang digunakan dalam usaha memecahkan masalah yang dihadapi dalam PBM (Proses Belajar Mengajar)
3. Guru hendaknya benar-benar menguasai teknik-teknik dari suatu media pengajaran yang digunakan, dan sebagainya.

Para ahli media, membagi jenis-jenis media pengajaran itu kepada:

1. Media bentuk papan
2. Media bagan dan grafis
3. Media proyeksi
4. Media dengan (audio)
5. Media cetak / printed materials

Adapun fungsi media pengajaran pada saat ini antara lain:

1. Membantu memudahkan belajar bagi siswa dan mengajar bagi guru
2. Memberikan pengalaman lebih nyata
3. Menarik perhatian siswa lebih besar (jalannya pelajaran tidak membosankan)
4. Dapat membangkitkan dunia teori dengan realitanya, dan lain- lain

3. Keterampilan Teknologi Informasi

Keterampilan atau kecakapan dalam menyelesaikan tugas dewasa ini, diperlukan kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Tanpa teknologi informasi dan komunikasi, tugas yang dilakukan sulit untuk mendapat hasil optimal.

Di era modern ini, sebagian besar aktivitas telah menggunakan teknologi, hanya sebagian kecil saja yang masih konvensional. Oleh karena itu, kita dituntut untuk mampu menggunakan peralatan teknologi tersebut, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Baik dalam bidang pendidikan, perkantoran, perdagangan, dan lain-lain.

Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Teknologi Informasi dan Komunikasi, adalah payung besar teknologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi.

Teknologi Informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan Teknologi Komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Oleh karena itu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi adalah dua buah konsep yang tidak terpisahkan.

Sejarah TIK

Beberapa tonggak perkembangan teknologi yang secara nyata memberi sumbangan terhadap perkembangan TIK hingga saat ini. Pertama yaitu temuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1875. Temuan ini kemudian berkembang menjadi pengadaan jaringan komunikasi dengan kabel yang meliputi seluruh daratan Amerika bahkan kemudian diikuti pemasangan kabel komunikasi trans-Atlantik. Jaringan telepon ini merupakan infrastruktur masif pertama yang dibangun manusia untuk komunikasi global.

Memasuki abad ke-20, tepatnya antara tahun 1910 – 1920, terwujud sebuah transmisi suara tanpa kabel melalui siaran radio AM yang pertama. Komunikasi suara tanpa kabel ini pun segera berkembang pesat. Kemudian diikuti pula oleh transmisi audio-visual tanpa kabel, yang berwujud siaran televisi pada tahun 1940 -an.

Komputer elektronik pertama beroperasi pada tahun 1943. Lalu diikuti oleh tahapan miniaturisasi komponen elektronik melalui penemuan transitor pada tahun 1947 dan rangkaian terpadu (integrated electronics) pada tahun 1957.

Isyarat Teknologi Dalam Al - Qur’an

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ

Hai jama´ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan/teknologi.

Ayat-ayat lainnya terdapat pada :

1. QS. 18 : 95-98 : Pembuatan benteng di masa Dzulqarnain
2. QS. 24 : 35 ; Cahaya dari minyak zaitun
3. QS. 26 : 128-129 : Benteng dan Gedung Tinggi
4. QS. 27 : 44 : Istana Kaca Nabi Sulaiman ‘alaihis salaam
5. QS. 28 : 38 : Perintah Fir’aun kepada Teknokrat Hamman
6. QS. 34 : 13 : Teknologi Jin membuat Gedung dan Perkakas di masa Nabi Sulaiman ‘alaihis salaam
7. QS. 37 : 95-97 : Bangunan / Tungku besar Pembakar Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam
8. 8. QS. 40 : 21 : Kekuatan dan kehebatan Fir’aun
9. 9. 40 : 36-37 : Bangunan yang sangat tinggi oleh Hamman
10. 10. QS. 89 : 7, : Penduduk Iram memiliki bangunan tinggi
11. 11. QS. 7 : 74 : Istana dan Rumah dari gunung- gunung
12. 12. QS. 16 : 26 : Rumah dan Pondasi Aditya
13. 13. QS. 22 : 45 : Atap, sumur dan istana yang tinggi
Penerapan TIK dalam Pendidikan di Indonesia

Dalam hal ini ada 2 ayat penting, yang terkait langsung dengan TIK dan dunia pendidikan, yakni QS. An-Nisaa : 83, dan Al-Hujuraat : 6, yang berbunyi :

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (QS. An Nisaa : 83)

Sababun Nuzul ayat ini, terkait tersebar berita, bahwa “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menceraikan isteri-isterinya.” Ibnu Katsir menyebutkan, diantaranya adalah sebagai berikut : Menurut lafzh yang ada pada Muslim “ Aku (Umar) bertanya, “Apakah engkau menceraikan mereka semua?, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Tidak”. Aku (Umar) bangkit dan berdiri di pintu masjid, lalu aku berkata dengan sekeras suaraku, menyerukan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak menceraikan isteri-isterinya. Lalu turunlah ayat tersebut.

Pada Surat An-Nisaa : 83 ini, bila kita perhatikan ada pesan penting, yakni ;

1. Umumnya manusia senang menyebar luaskan setiap info yang datang, padahal boleh jadi itu adalah hoax.
2. Tindakan semestinya adalah mengumpulkan data, tabayyun (klarifikasi), dan sentral kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Ulil Amri kaum muslimin.
3. Ancaman terjerumus jadi pengikut syaithan, jika bukan karena karuni dan rahmat Allah.
4. Karunia dan rahmat Allah diberikan kepada kaum yang tertib dan disiplin.

Saat ini, medsos bisa menjajikan kecepatan teknologi informasi dan komunikasi, dalam hitungan detik info sudah tersebar. Akan tetapi, belum tentu kebenarannya. Oleh karena itu, hendaknya pandai memilah dan memilih, cerdas dalam tabayyun atau klarifikasi, sehingga tidak berakhir dengan penyesalan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hujuraat : 6, sebagai berikut :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan siaran radio pendidikan dan televisi pendidikan merupakan upaya melakukan penyebaran informasi ke satuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Nusantara

Hal ini adalah wujud dari kesadaran untuk mengoptimalkan pendayagunaan teknologi dalam membantu proses pembelajaran masyarakat. Kelemahan utama siaran radio maupun televisi pendidikan adalah tidak adanya feedback yang seketika. Siaran bersifat searah yaitu dari narasumber atau fasilitator kepada pembelajar.

Introduksi komputer dengan kemampuannya mengolah dan menyajikan tayangan multimedia (teks, grafis, gambar, suara, dan gambar bergerak) memberikan peluang baru dan lebih dinamis dari radio dan televisi.

Bila televisi hanya mampu memberikan informasi searah, pembelajaran berbasis teknologi internet memberikan peluang berinteraksi baik secara sinkron (real time) maupun asinkron (delayed). Pembelajaran berbasis Internet memungkinkan terjadinya pembelajaran secara sinkron dengan keunggulan utama bahwa pembelajar maupun fasilitator tidak harus berada di satu tempat yang sama. Dengan teknologi video conference memungkinkan pembelajar berada di mana saja sepanjang terhubung ke jaringan komputer.

4. Keterampilan Teknologi Persenjataan

Setiap pekerja petani, atau pedagang membutuhkan pengetahuan, latihan, dan kebiasaan untuk meraih prestasi di bidangnya. Semakin sering dan lamanya pengalaman melakukan pekerjaannya, akan menjadikannya piawai dalam pekerjaan tersebut. Begitu juga seorang pembuat barang tertentu, untuk dia bisa menghasilkan barang yang berkualitas tinggi haruslah ia mengetahui ilmunya dan pengetahuan melalui latihan dan pembiasaan dalam mengolahnya.

Begitu juga dalam ibadah jihad, tidak akan berjalan dengan sebenarnya dan berkualitas sehingga dibekali dengan ilmu dan pengetahuan tentang jihad, khususnya berkaitan dengan senjata dan cara menggunakannya, mengetahui ilmu peperangan, strategi dan lainnya. Yang semua itu menjadi tuntutan dalam jihad sehingga harus disiapkan, diadakan latihan, dan beruji coba agar jihad yang dilakukan menghasilkan sesuai dengan target dan tujuan. Dan semua itu terangkum dengan istilah I'dad al-Quwwah, yakni persiapan kekuatan berperang untuk menghadapi musuh. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam Al-Qur’an :

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ (60)

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Allah Ta'ala memerintahkan untuk menyiapkan alat-alat perang untuk memerangi mereka sesuai dengan kekuatan, kemampuan, dan kesanggupan. Karenanya Allah Ta'ala berfirman, "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi," artinya kekuatan apa saja yang bisa kamu usahakan, dan juga dari kuda-kuda yang ditambat (dilatih)."

Imam Shan'ani rahimahullah dalam menerangkan hadits Uqbah bin Amir bahwa yang dimaksud kekuatan adalah memanah, bahwa hadits tersebut menafsirkan kekuatan dalam ayat (QS. Al-anfal: 60) dengan memanah, itulah yang berlaku (biasa digunakan) pada masa kenabian. Ia mencakup melempar dengan senapan (menembak) kepada kaum musyrikin dan pemberontak. Dan disimpulkan dari hal itu, disyariatkannya latihan menggunakannya, karena I'dad (mempersiapkan kekuatan alat perang) bisa berguna dengan latihan, karena siapa yang tak mahir memanah (menembak), tidaklah dinamakan mempersiapkan kekuatan.

Teknologi Persenjataan Dalam Al-Qur’an

Islam merupakan agama samawi yang dengan kitabnya Al-Quran memberikan informasi tentang alam semesta dan segala manfaatnya diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak dengan sia-sia. Al-Quran telah menjelaskan nuklir secara implisit sebagai kekuatan yang sangat hebat. Sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada surat Al Hadid ayat 25 sebagai berikut :

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنزلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ (25)

”Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang dahsyat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Isyarat Persenjataan Dalam Al-Qur’an
1. Besi / logam dengan kekuatan dan manfaatnya (QS. 57 : 25). Dari besi inilah dibuat senjata Pedang, Tombak, Pistol, Senapan laras panjang AK 47, Pesawat Tempur, Granat, Nuklir, dll.
2. Panah (QS. 8 : 17), menjadi isyarat perlunya senjata jarak jauh, terutama untuk pasukan infanteri.
3. Kuda perang (QS. Al-Anfaal : 60), mengilhami munculnya pasukan kavaleri mobil-mobil perang, Tank Baja, dll.
4. Parit sebagai ranjau (QS. 85 : 1-7), tentang Ash-habul Ukhduud, Perang Khandaq/Ahzaab.
5. Do’a dan Tawakkal, serta komitmen pada janji, inilah kekuatan yang pertama dan utama, (QS. 33 : 9-11). : Rijaalun Shadaquu
Perintah Menolong Islam sebagai Agama Allah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mu’min itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.“

Isyarat Pertolongan Allah
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.“

ثُمَّ نُنَجِّي رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آَمَنُوا كَذَلِكَ حَقًّا عَلَيْنَا نُنْجِ الْمُؤْمِنِينَ (103)

“Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.”

Kesimpulan
1. Islam sebagai agama Universal dengan Kitabnya Al-Qur’an yang sempurna dan adil, mencakup segala ilmu dan segala sesuatu yang bermanfaat.
2. Keterampilan adalah bagian dari pembahasan Al-Qur’an, baik secara global (mujmal), ataupun terperinci (tafshili).
3. Islam adalah satu-satunya agama yang mengajak umat untuk berpikir kritis.
4. Berpikir dan beriman satu bagian yang saling mendukung. Sehingga Al-Qur’an sering menyebut orang-orang yang kafir, sebagai orang-orang yang tidak berakal.
5. Islam mencakup seluruh aspek kehidupan dan keilmuan, termasuk teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Agama, Departemen RI , Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Al-Ashfahany, Al- Raghib Al Mufradat Fi Gharib Al Quran ( Beirut: Nadzar Al Mustafa al-Baz, tt.)
An Naisabury, Abi Husain Muslim bin Al-Hajaj Al-Qusyairi, Shahih Muslim, Darul Fikr, 1992
Anwar, Rosihon. Psikologi dalam Al-quran. CV Pustaka Setia. Bandung (Anngota IKAPI Jawa Barat). 2005.
As Sirjani, Raghib. Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia , Jakarta: Alkautsar, 2012.
Asnawir, M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, Ciputat Pers, Jakarta, 2002.
Ash Shan’any, Muhammad bin Ismail Al-Amiir Al-Yaman, Subulus Salam, Darul Bayan ‘Al-Araby, 1182 H.
Faris, Ahmad Ibn Mu’jam Maqayis Al- Lughah, Darul Fikr,1979,
Gaudah, Muhammad Gharib, 147 Ilmuwan Terkemuka, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2007
Hude,. Darwis Emosi (Penjelajahan Religio-Psikologis Tentang Emosi Manusia di dalam Al- Quran) . Erlangga. Jakarta. 2006.
Ismail, Muhammad “Konsep Berpikir Dalam AL-Quran Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Akhlak,” dalam Ta’dib, Vol.XIX, no.02, edisi Nop 2014.
Katsir, Imaduddin Abul Fida Ismail ibnul Khatib Abu Hafs Umar,
Mandzur,Ibn. Lisan Al-Arab, Al-Qahirah: Darul Ma’arif, 1979.
Santrock, John W. Educational Psychology. New York: McGraw-Hill, 2011.
Syamilah, Al Maktabah, edisi 2009,
Quthub,Sayyid. Tafsir Fii Zhilaalil Quran, Jakarta: Gema Insani, 2000, hal.168.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/keterampilan
http://www.sumberpengertian.co/pengertian-keterampilan
https://subhandepok.wordpress.com/2012/01/29/40-keterampilan-teknologi-yang-wajib- dikuasai-pendidik